[CERPEN] Mahkota Untuk yang Terbaik
Nektarnews.com – Aku Niskala Putri. anak dari keluarga kecil yang
tinggal di sebuah desa yang teramat sejuk dan tenang. Mata pencaharian
keluargaku hanya seorang petani di sebuah kebun milik sendiri. Ya, walaupun
tidak luas – luas banget tapi kami sangat bersyukur atas apa yang sudah kami
miliki saat ini. Pagi ini aku akan membantu keluargaku di kebun untuk menanam
ubi di tanah yang kosong sisa panen kemaren. Dengan membawa kotak nasi untuk
dimakan bersama, akupun berangkat berjalan kaki menuju kebunku dengan riangnya.
Sesampainya di kebun, aku melihat ayah dan ibuku
bergotong royong menanam ubi. Itu lelaki gagah yang memegang cangkul itu
ayahku, pahlawan terbaikku. Sedangkan, di sana yang sedang menanam ubi itu
ibuku, ratu tanpa mahkotaku. Aku langsung berteriak kepada mereka dan sontak
mereka menoleh kearahku dengan sebuah senyuman indah yang dibarengi dengan
cucuran keringat yang turun. Hati senang namun juga iba melihat mereka bekerja
susah payah seperti ini.
Aku langsung memperlihatkan apa yang aku bawa, ya
sebuah rantang makanan dan juga air
minum untuk mereka. Di tempat ini kami makan dengan lahap dan senang walaupun
hanya dengan makanan sederhana. Setelah makan kami mengobrol dan akupun
menyampaikan atas keinginanku untuk mengenyam pendidikan ke jenjang yang lebih
tinggi.
Mendengar hal itu, orang tuaku tampak gelisah dan
akupun akhirnya mengambil keputusan untuk membatalkan niatku tersebut. Namun,
jawaban dari mereka sontak membuatku kaget. Mereka mengizinkan dan sangat
mendukungku walaupun mereka tahu akan banyak biaya yang mereka keluarkan
untukku.
Singkat cerita aku telah mendaftarkan diri di suatu
kampus negeri ternama di kotaku. Pengumuman penerimaan mahasiswa baru telah diumumkan
dan aku masuk daftar nama yang masuk di universitas tersebut. Bangga, haru,
Bahagia serta tangis pecah dalam satu waktu. Setelah melihat pengumuman
tersebut aku berlari menuju orang tuaku yang waktu itu masih berada dikebun
karena sedang mengurusi kebunnya. Aku berlari dan berteriak, orang tuaku yang
tahu aku berteriak langsung bertanya kepadaku dan akupun menjelaskan bahwa aku
diterima di sebuah kampus negeri dengan beasiswa. Tangisan dalam pelukan
mengalir dengan derasnya.
Sejak saat itu, aku berjanji pada diriku sendiri untuk
belajar dengan sungguh – sungguh untuk mencapai sebuah kesuksesan melalui
kampus negeri ini. Walaupun hidup di rantau dengan keadaan yang serba kurang,
aku tetap bersyukur dan aku selalu mengingatkan diriku sendiri bahwa ada orang
tua yang sedang menunggu kesuksesan dan keberhasilanku. Usaha itu tidak sia –
sia. Aku berhasil menempuh kuliah hanya dalam kurun waktu 3,5 tahun dengan
predikat mahasiswa yang mendapatkan nilai terbaik. Momen yang aku tunggu –
tunggu telah dating.
Ya, wisuda kelulusan dengan menyandang gelar dokter. Aku sematkan keberhasilanku menjadi seorang dokter ini kepada orang tua yang sudah bekerja keras untukku. Namun, mahkota keberhasilan ini tidak bisa aku sematkan ke orang tuaku secara langsung. Karena pada saat aku menempuh Pendidikan ibuku telah pergi dan tepatnya 1 minggu sebelum wisuda ayahku mengalami serangan jantung dan meninggal. Maka aku persembahkan mahkota ini dalam batinku yang menjerit dalam kesendirian.
Tidak ada komentar