[CERPEN] Goni, Sori, dan Musuh Pengendara
Sori akhir-akhir ini memperingatkan Goni.
Hati-hati. Jalanan di luar begitu menakutkan. Kalau tidak ada urusan yang
penting lebih baik tetap di rumah. Atau kalau dekat lebih baik jalan kaki.
Sudah banyak korban kecelakaan hingga meninggal dunia gara-gara benda kecil
musuhnya para pengendara - sambil menunjuk paku.
Goni paham atas peringatan Sori. Di kota ini,
banyak orang berlomba-lomba. Sayangnya bukan kebaikan, melainkan sebaliknya.
Macam-macam paku ada dimana-mana. Di jalanan kota, dekat perempatan, dekat
rumah sakit, dekat stadion, dekat alun-alun. Sudah banyak yang menjadi korban.
Jika distatistik bahkan setiap minggunya selalu bertambah.
Sasaran oknum-oknum penyebar paku beragam.
Mulai dari anak-anak yang berangkat sekolah, pekerja gojek, karyawan pabrik,
becak yang biasa mengantarkan nenek-nenek belanja ke pasar pun juga. Daripada
itu tentu target utama pada bos-bos kantoran yang memakai mobil mewah. Hampir
seluruh jalanan di kota ini penuh dengan paku.
Hal ini membuat Goni teringat peringatan dari
Sori. Kalau tidak ada urusan yang penting lebih baik tetap di rumah.
Peringatan itu menempel lengket pada diri
Goni. Goni takut keluar ke rumah teman yang rumahnya melewati jalanan. Goni
juga tidak pernah lagi membeli es krim di alfamart dekat alun-alun. Baginya
lebih enak aman di rumah daripada bahaya mengancamnya. Apalagi pagi tadi Sori
membelikan sepeda motor beat baru untuk Goni. Mumpung dapat rejeki banyaknya.
Itu semakin menguatkan dirinya untuk tidak keluar. Takut paku-paku dijalanan
menyakiti ban sepeda barunya.
**
Hari ini minggu sore. Televisi sedang
gencar-gencarnya membawakan berita kecelakaan. Selepas pertandingan di stadion
dekat alun-alun itu. Satu mobil mendadak oleng. Menabrak lima pengendara motor
sekaligus. Dilanjutkan menabrak warung soto pinggir jalan. Total ada 3 orang
meninggal dunia dan belasan luka-luka. Kesimpulan akhir dari petugas keamanan
bahwa kejadian itu akibat paku. Musuh semua pengemudi di kota itu.
Salah besar jika petugas keamanan tenang-tenang
aja melihat kejadian berulang kali yang terus terjadi. Berbagai cara sudah
dilakukan untuk menemukan pelaku. Berbagai cara pula pelaku mampu menutupi
perbuatannya. Seminggu, dua minggu, tiga minggu, hingga sebulan jalanan semakin
kacau.
Petugas keamanan pantang menyerah. Walaupun
terdapat julukan ke”aman”an. Bukan berarti mereka tidak pernah menjadi korban.
Justru yang paling banyak terkena yaitu mereka. Pernah suatu ketika mereka
melakukan operasi pengamanan jalan. Dua mobil petugas keamanan kempes gara-gara
paku. Ketika mencoba membersihkan paku di jalanan, kaki mereka bercucuran
darah. Seolah-olah oknum-oknum penyebar paku sengaja merencanakan jebakan untuk
mereka.
Tindakan pantang menyerah yang ditunjukkan
petugas keamanan membuat Goni haru. Beberapa kali rasa percaya dirinya muncul.
Baginya, apa yang dilakukan petugas keamanan luar biasa. Rela berdarah-darah
demi kenyamanan masyarakat.
Goni akhirnya mulai berani keluar rumah.
Awalnya memberi gorengan di pinggir jalan. Lalu membeli pentol. Lalu main ke
rumah teman. Besoknya mulai berani membeli es krim kesukaannya di alfamart
dekat alun-alun. Goni sudah berani bahkan menggunakan sepeda beat barunya.
Sudah tidak takut akan bahaya. Sudah berani menolak perintah Sori.
Malam hari, disaat lampu jalan tidak begitu
terang. Seperti biasanya, kejadian serupa terulang kembali. Layaknya teror yang
dilakukan penjajah zaman dahulu. Membuat resah. Rasa takut. Kebencian. Parahnya
tak ada rasa kemanusiaan. Adab dicuekkan. Norma diacuhkan. Sudah keterlaluan,
bahkan tak menghormati dasar negara sendiri. Bukankah pancasila di sila kedua
menyuruh untuk menjadi manusia yang beradab?
Oknum-oknum penyebar paku bagaikan penyebar
bangkai tikus. Bangkai yang meresahkan masyarakat karena baunya. Tapi bisa saja
oknum itu tidak merasa demikian. Mengapa? Karena hidungnya sudah mati, otaknya
sudah berkarat, hatinya kotor penuh lalat dan ulat.
Layaknya bangkai, disembunyikan dimana pun
baunya akan segera tercium. Akan segera ketemu. Tiba-tiba Goni bergumam seperti
itu. Semangatnya, keinginannya, ketangguhannya mulai membara. Bak
pahlawan-pahlawan zaman dahulu semasa lawan penjajah. Kali ini bukan perang
menggunakan bambu runcing. Pun tidak dilakukan di hutan melainkan di area
jalanan. Di zaman modern seperti ini, kali ini Goni akan menggunakan strategi
berbeda.
**
Strategi pertama. Goni terjun langsung ke
setiap bengkel di kota itu. Jumlahnya cukup banyak sekitar dua puluh.
Teman-teman yang memiliki pemikiran yang sama diajak. Satu visi satu tujuan.
Akan mengungkap otak dibalik oknum-oknum penyebar paku!
Strategi kedua. Goni, dkk. Ikut bekerja sama
dengan petugas keamanan. Ide mereka memasang cctv di area jalanan. Dengan satu
visi satu tujuan. Akan mengungkap otak dibalik oknum-oknum penyebar paku!
Strategi ketiga. Goni, dkk. Berjaga dititik
vital jalanan. Ada yang bersembunyi entah belakang pohon atau warung.
Berpura-pura menjadi mata-mata jalanan dengan menjadi pekerja gojek, pencari
sampah, penjual koran hingga gelandangan. Sekali lagi dengan satu visi satu
tujuan. Akan mengungkap otak dibalik oknum-oknum penyebar paku!
**
Siang tiba. Jalanan masih sepi. Anak-anak
sekolah sudah selesai di masjid dan akan pulang. Pekerja gojek menikmati makan
siang di pinggir warung. Gelandangan beratraksi pinggir lampu abang. Pencari
sampah mencoba membuka tutup tong sampah. Petugas keamanan stay di stand sambil
memencet-mencet komputer. Serta Goni bagaikan jenderal yang memberikan perintah
disaat perang.
Seperampat jam kemudian. Di cctv terpantau dua
orang satu sepeda motor keluar dari salah satu bengkel yang cukup terkenal. Dua
orang itu berjaket hitam, bertopeng menutupi hampir seluruh wajahnya. Yang
dibonceng membawa keresek hitam sesembari tengok kiri-kanan sembarangan.
Secepat kilat sepeda motor mulai bergerak. Kadang cepat kadang-kadang pelan. Berulang
kali melakukan seperti itu. Petugas keamanan, pekerja gojek, pencari sampah,
gelandangan mengetahui. Jangan-jangan itu. Mereka tidak boleh gegabah bersiap
menunggu komando.
Benar saja, orang yang dibonceng sepeda itu
memasukkan tangan dikresek hitam. Lalu menyebarkan musuh para pengemudi -paku .
Bukti sudah terlihat, cctv merekam. Tidak buang-buang waktu. Sang jenderal
memberikan komando “tangkaaappp...!!!!.” Petugas keamanan, pekerja gojek,
pencari sampah, gelandangan beraksi. Kurang dari sepuluh detik oknum penyebar
paku berhasil diringkus.
Goni berjalan mendekat. Tersenyum dan
penasaran. Tersenyum strategi yang dijalankan berhasil. Penasaran siapa oknum
bertopeng itu. Detik itu, kedua oknum menjadi tatapan serius. Goni mulai
membuka topeng satu persatu. Topeng oknum pertama dibuka yaitu pekerja salah
satu bengkel dekat sekolah. Selanjutnya topeng oknum kedua. Kali ini Goni
menelan ludah. Bos sekaligus otak dibalik oknum penyebar paku sudah ditemukan.
Wajah itu sudah tidak asing bahkan sering ditemui. Tidak lain adalah kakak
kandungnya sendiri. Sori. (Hs)
Tidak ada komentar